Kabar gembira datang dari dunia medis dunia. Yang mana Komisi Narkotika PBB (CND) mencabut ganja dan turunannya dari Daftar IV Konvensi Tunggal Narkotika 1961. Hal ini didasari atas 53 negara anggota CND yang melakukan pemungutan suara terkait pencabutan tanaman ganja dari daftar narkoba berbahaya dan adiktif. Dari pemungutan itu, 27 negara menyetujui pencabutan. Sementara 25 negara menolak, dan 1 negara anggota memilih abstain.
Dengan diterbitkannya peraturan ini, CND membuka peluang untuk mempelajari potensi ganja sebagai obat medis dan terapi namun tetap melarang jika tujuannya rekreasi.
keputusan ini dapat mendorong negara-negara untuk segera melakukan penelitian terhadap senyawa cannabidiol atau ganja untuk digunakan dalam dunia medis dan terapi. Dengan tetap menerapkan peraturan-peraturan dan pelarangan ganja untuk tujuan rekreasi.
Dilansir dari cnnindonesia.com Setelah diterbitkan keputusan tersebut Pemerintah Indonesia diminta mulai mempertimbangkan penggunaan ganja untuk keperluan medis setelah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merestui rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terkait hal tersebut.
“Atas dasar perkembangan baik dari dunia internasional ini, Koalisi Advokasi Narkotika untuk Kesehatan menyerukan agar pemerintah Indonesia juga mulai terbuka dengan potensi pemanfaatan ganja medis di dalam negeri,” ungkap Koalisi Advokasi Narkotika untuk Kesehatan dalam keterangan tertulis, Kamis (3/12).
Menurut mereka, keputusan PBB itu bisa dijadikan legitimasi medis dan konsensus politik untuk ditindak negara-negara pengikutnya, termasuk pemerintah Indonesia.
Mereka pun menyinggung pernyataan pemerintah yang selama ini selalu mengacu pada ketentuan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 ketika memperdebatkan kemungkinan penggunaan ganja untuk medis.
“Kesempatan ini harus menjadi momentum bagi pemerintah untuk merombak kebijakan narkotika yang berbasiskan bukti (evidence-based policy),” tambah mereka.